Potensi anak untuk berkembang dapat melalui berbagai jalur. Bukti nyata dari Keluarga Ibu Ida dan Pak Rahmat, pasangan akademisi dan nenek yang merupakan guru besar dari Universitas Diponegoro. Ke empat anaknya, Kak Raihan, Kak Rama, Kak Rara, dan Kak Rasya, tidak menempuh pendidikan formal, melainkan memilih sekolah di jalur pendidikan non-formal.
Keputusan ini mungkin tampak luar biasa, bagaimana mungkin keluarga dengan latar belakang akademis yang begitu kuat memilih jalur non-formal untuk keempat anaknya? Jawabanya terletak pada visi pendidikan yang holistik dan pemahaman yang mendalam, mereka akan kebutuhan masing-masing anak. Sekolah non-formal ini juga didirikan oleh Ibu Ida dan Pak Rahmat yang dimana disesuaikan dengan visi misi di keluarga, sehingga anak-anak ibu Ida juga nyaman dan bersekolah di sekolah milik orang tuanya sendiri. Walaupun begitu, mereka tidak bersantai-santai, tidak belajar dengan jaminan pasti akan lulus. Ibu Ida dan Pak Rahmat selalu mendidik anak-anaknya untuk tetap belajar, selain itu mereka pernah tidak meluluskan dan menaikan anaknya ke jenjang berikutnya karena masih adanya nilai yang kurang sehingga mereka harus mengulanginya kembali.
Bu Ida dan Pak Rahmat tidak menyekolahkan ke empat anaknya di sekolah formal karena beliau menyadari bahwa sistem pendidikan formal mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan gaya belajar dan minat masing-masing anak. Belajar di sekolah non formal terdapat lingkungan belajar yang fleksibel, personal dan memungkinkan eksplorasi potensi secara maksimal. Kurikulum yang dirancang khusus, pendekatan pembelajaran yang personal, dan beragam kegiatan ekstrakurikuler yang memungkinkan setiap anak berkembang sesuai potensi secara maksimal. Mereka tidak hanya belajar mata pelajaran akademik, tetapi juga mengembangkan soft skill seperti kreativitas, kepemimpinan, dan kemampuan berpikir kritis.
Salam Generasi Juara